Upacara Melasti

Friday, 18 December 2020

Upacara Melasti, adalah salah satu prosesi upacara agama Hindu yang penting di pulau Dewata Bali, dalam prosesi tersebut anda bisa menyaksikan iringan-iringan warga Hindu, yang menuju sumber-sumber utama air, salah satunya menuju pantai atau laut.  Jika anda mengenal budaya Bali dari dekat, maka banyak hal-hal menarik yang bisa anda saksikan tatkala anda liburan ke pulau Dewata, selain keindahan alam, aneka macam suguhan seni termasuk juga budayanya yang kental, menjadikannya sebagai destinasi wisata yang menarik, termasuk juga kegiatan upacara agama Hindu, salah satunya adalah upacara Melasti.

Seperti dalam pelaksanaan hari raya Nyepi yang merupakan hari suci bagi Umat Hindu, alam Bali hening, sunyi, senyap dan tanpa aktifitas, dan 3 – 4 hari sebelum perayaan Hari Raya Nyepi dilakukan prosesi Melasti di Bali, jadi jangan heran kalau pada saat hari perayaan tersebut di sejumlah tempat terutama pantai menjadi tujuan prosesi Melasti menjadi ramai karena iring-iringan umat Hindu ikut dalam prosesi ini. Sejumlah objek wisata pantai populer dijadikan sebagai tujuan Melasti adalah pantai Kuta, Jimbaran, Padang Galak Sanur dan Amed.

Prosesi upacara Melasti di Bali dalam rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi atau tahun Baru Saka, berlangsung sekali dalam setahun sesuai kalender tahun Saka. Namun demikian di luar rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi, upacara Melasti juga sering dilaksanakan saat upacara piodalan sebuah pura bisa ke pantai ataupun sumber-sumber mata air alam yang disucikan, waktu prosesi tersebut berbeda-beda di setiap pura, berbeda pada saat rangkaian hari Nyepi, hampir dilakukan serentak di setiap desa Pakraman seluruh Bali. Maksud digelarnya upacara Melasti atau Melis di Bali ini adalah untuk menyucikan diri dan lingkungan sekitar, sehingga dengan hati, pikiran dan alam suci kita melakukan kegiatan hari raya Nyepi dan menyambut tahun Baru Saka dengan khidmat, serta bisa memulai lagi kehidupan yang lebih baik pada tahun berikutnya.

Dalam upacara Melasti tersebut dimaksudkan untuk menyucikan diri dan lingkungan dengan mencari sumber-sumber air seperti danau dan laut, menghanyutkan segala malaning (kotoran) alam serta menghanyutkan segala penderitaan manusia melalui air kehidupan, kemudian angamet (mengambil) tirta amertha dari sumber air tersebut untuk memberikan sari-sari kehidupan kepada seluruh makhluk hidup termasuk alam. Ritual atau prosesi Melasti ini dilakukan pada sasih Kesanga (bulan ke-9) atau sekitar bulan Maret. Perayaan sekali dalam setahun ini bisa juga sebagai proses evaluasi diri, agar selalu berada pada jalur yang benar sesuai tuntunan kitab suci Weda. Upacara Melasti adalah bagian sebuah budaya dan tradisi di pulau Dewata Bali yang berkaitan dengan upacara agama Hindu. Jelas dalam ritual Melasti tersebut dimaksudkan juga angamet tirtha amertha atau mengambil sari kehidupan. Untuk pencapaian hidup yang lebih baik, maka bisa mengambil sari-sari alam ciptaan Tuhan, untuk itulah hendaknya manusia tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan sehingga merusaknya, yang akan menyebabkan kesengsaraan bagi manusia itu sendiri. Maka dalam praktek kehidupan berikutnya kita harus bisa membenahi dan memantapkan diri untuk menjadikan ajaran kitab suci Weda sebagai pedoman hidup, dari perubahan diri itulah kita semakin peduli kepada sesama dan alam lingkungan.

Dalam rangkaian upacara Melasti (melis) tersebut, masyarakat datang secara berkelompok baik itu dari kelompok banjar ataupun dari desa Pakraman, mereka membawa perangkat-perangkat pura yang disakralkan seperti pratima, pralingga, arca dan juga jempana yang merupakan simbol stana Tuhan, semua perangkat tersebut diusung menuju sumber air berikut sesajen, umbul-umbul, payung serta senjata Nawa Sanga, diringi dengan gamelan Baleganjur. Jika tujuan Melasti jaraknya  dekat,  maka iring-iringan perangkat suci peribadahan seperti pratima dan lainnya tersebut diusung dengan berjalan kaki, tetapi juga ada menggunakan kendaraan khusus dan lokasinya yang jauh menggunakan kendaraan bermotor. Setelah selesai benda-benda sakral tersebut kembali diusung dan kembali ke pura Bale Agung desa yang pura Kahyangan Tiga di Bali.

Untuk menjaga ketertiban dan kelancaran selama perjalanan, dalam prosesi Melasti tersebut melibatkan juga polisi adat yang dikenal dengan nama Pecalang, pekerjaanya memang mirip seperti polisi, namun tugasnya tersebut tanpa dibayar, mereka dengan sukarela ngayah (bekerja) untuk kepentingan yadnya atau upacara, mereka bertugas menjaga ketertiban serta kelancaran dalam suatu upacara adat. Keberadaan Pecalang di pulau Dewata Bali, disegani oleh masyarakat, bahkan sekarang event-event besar sekala nasional dan internasional di Bali sering melibatkan pecalang untuk keamanan, sehingga kegiatan berjalan lancar. Pecalang dikenal sebagai polisi tradisional di Bali. Pada umumnya mereka berpakaian adat berwarna hitam atau terkadang poleng sesuai ketentuan adatnya dengan tulisan Pecalang.

Setelah rangkaian upacara Melasti di Bali ini selesai, selanjutnya sehari sebelum perayaan Hari Raya Nyepi atau penyambutan tahun baru Saka dikenal dengan hari Pengrupukan (Ngesanga), saat inilah dihaturkan sesajen atau caru untuk dipersembahkan kepada para Bhuta Kala.Tujuan upacara mecaru saat Pengrupukan, agar tidak mengganggu manusia dan agar kembali kealamnya dan menjelang petang hari dilakukan pawai ogoh-ogoh sebagi simbol Bhuta Kala itu sendiri, diusung keliling desa dengan penuh kemeriahan. Jika anda kebetulan wisata di Bali, momen tersebut sangat menarik untuk disaksikan.