Canang Bali
Bali memiliki tiga tingkatan upakara, yakni Nista, Madya dan
Utama. Ketiga tingkatan inilah yang mendasari umat Hindu dalam beryadnya sesuai
kemampuan, agar yadnya yang dilakukan tidak memberatkan. Upakara dengan
kwantitas terkecil dikenal dengan istilah Nista, di mana salah satunya cukup
dengan sarana upakara berupa canang. Canang berasal dari sukukata ‘Ca’ yang
artinya indah, sedangkan kata ‘Nang’ artinya tujuan.“Dapat didefinisikan canang
merupakan sarana untuk mencapai tujuan yaitu keindahan (Sundharam) kehadapan
Ida Sang Hyang widhi Wasa,” Ida Pedanda Gde Manara Putra Kekeran kepada
Bali Express .
Lebih lanjut dijelaskan Ida
Pedanda Gde Manara Putra Kekeran , canang yang dialasi sebuah ceper adalah
simbol Ardha Candra, sedangkan canang yang dialasi sebuah tamas kecil merupakan
simbol Windhu. Di dalam ceper terdapat porosan silih asih yang memiliki makna
welas asih dalam melaksanakan upakara. Selai porosan, di dalam ceper juga
berisi jajan, tebu dan pisang yang merupakan simbol ‘Tedong Ongkara’ yang
menjadi perwujudan kekuatan Utpeti, Stiti, dan Pralin. Di atas raka-raka tadi
disusunkan sebuah sampian urasari yang merupakan simbol windhu, sedangkan
ujungnya merupakan simbol nadha.
Di atas sampian urasari disusun bunga dengan susunan sebagai berikut, bunga putih diletakkan di arah timur yang merupakan simbol Sang Hyang Iswara. Bunga Merah diletakakan di arah selatan yang merupakan simbol Dewa Brahma. Bunga Kuning diletakkan di arah barat yang merupakan simbol Dewa Mahadewa. Bunga biru atau hijau diletakkan di arah utara yang merupakan simbol Dewa Wisnu. “Dan, yang terakhir adalah Kembang Rampai yang diletakkan di tengah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Panca Dewata,” jelasnya.
Dengan demikian, canang mengandung makna sebagai
permohonan umat Hindu kehadapan Sang Hyang Widhi (berwujud Ongkara), bahwa
umatnya memohon kekuatan agar Beliau bermanifestasi menjadi Ista Dewata.
Beberapa jenis Canang yaitu :
1.
Canang sari : Canang Sari adalah sebuah canang
yang alasnya menggunakan ceper atau tamas kecil dan sampian urasarinya
membentuk astadala, sehingga bentuknya bundar yang berfungsi sebagai sarining
yadnya. Canang sari terdiri dari dua jenis, yaitu Canang Sari Ageng dengan
sampian urasari berbentuk astadala dan Canang Sari Alit yang pada sampian
urasarinya menunjuk empat arah mata angin, namun maknanya tetap sama.
2.
Canang genten : Canang Genten, pada intinya sama dengan canang
sari hanya ditambahkan dengan jajan kiping, pisang mas dan bubur sesuruh merah
dan putih. Di masing-masing bubur tersebut dibungkus dengan janur yang digiling
menyerupai sebatang rokok serta diletakkan di bawah sampaian urasari. Fungsi
canang ini adalah untuk memohon anugerah keremajaan, sehingga sering digunakan
pada saat upacara matatah atau menek kelih (beranjak dewasa).
3.
Canang Pesucian yang dialasi dengan sebuah taledan kecil
yang berbentuk segi empat panjang dan memiliki satu sibeh pada bagian
pangkalnya. Di atas taledan ini dijahitkan lima buah celemik dengan posisi
tempatnya di atas yang berisi tepung tawar, merupakan simbol kekuatan Sang
Hyang Iswara. Di kanan yang berisi lenga wangi yang telah dicampur dengan kapas
berisi minyak wangi yang merupakan simbol Sang Hyang Brahma. Di bawah berisi
daun dapdap yang merupakan simbol Sang Hyang Mahadewa. Di kiri berisi sisig
yang merupakan simbol kekuatan Sang Hyang Wisnu dan di tengah berisi burat
wangi yang merupakan simbol kekuatan Sang Hyang Siwa.
4.
Canang gantal Pada prinsipya hampir
sama dengan canang pesucian. Hanya, di tengahnya ditambahkan base tubungan
matungkas. Kata ‘Gantal’ berasal dari kata Gana yang mengandung arti pertemuan,
sedangkan kata ‘Tal’ dapat diartikan bersatu. Dengan demikian, Canang Gantal
memiliki makna permohonan kedamaian kepada Tuhan.
5.
Canang Pangrawos, yang pada prinsipnya memiliki kesamaan
dengan canang gental, hanya di tengahnya mempergunakan sebuah takir berisi lima
buah lekesan. Hal ini bertujuan untuk memohon kebulatan pendapat berdasarkan
ketenangan hati untuk mencapai kedamaian. Canang ini biasa digunakan saat rapat
ataupun pengajuman.
6.
Canang Tubungan, Canang ini pada prinsipnya sama dengan
canang pangerawos, bedanya hanya terdapat pada lekesannya saja. Kalau di canang
pangerawos terdapat lima, sedangkan di canang tubungan hanya satu. Canang ini
merupakan penghormatan terhadap Ida Sang Hyang Widi agar dianugerahkan
kekuatan. Canang ini biasanya digunakan saat upacara nuntun atau
mamendak.
7.
Canang Raka, yang pada prinsipnya sama dengan canang sari.
Pada canang raka tedapat buah-buahan sebanyak lima macam yang merupakan simbol
permohonan pengeleburan panca mala. Baik terhadap bhuwana agung maupun bhuwana
alit. Selain itu, canang ini juga bertujuan agar dianugerahkan Panca Amertha,
yakni Amertha Sanjiwani yang disimbolkan dengan pisang kayu, Amertha Kamandalu
yang disimbolkan dengan buah salak, Amertha Kundalini yang disimbolkan dengan
buah yang berwarna kuning, Amertha Pawitra yang disimbolkan dengan buah
manggis, dan Amertha Maha Mertha yang disimbolkan dengan buah jeruk. Canang ini
biasa dugunakan saat upacara Panca Yadnya, khususnya saat mendem pedagingan dan
nyejer.
8.
Canang tadah sukla, pada prinsipnya sama dengan membuat Canang
Payasan, hanya isi celemiknya yang berbeda. Pada canang ini isi celemiknya
masing-masing, yakni celemik pada bagian kiri atas berisi kacang ijo, celemik
pada bagian kanan atas berisi kacang komak, celemik pada bagian kiri bawah
berisi ubi lima iris, celemik pada bagian kanan bawah berisi keladi lima iris,
dan celemik pada bagian tengah bersisi kacang botor dan pisang kayu mentah
sebanyak lima iris. Kemudian di atasnya diletakkan canang sari. Canang ini
merupakan simbol kekuatan iman, kesucian dan kesejahteraan. Canang ini biasa
digunakan saat upacara pebersihan.
9.
Canang pangengkeb pada prinsipnya sama dengan Canang Payasan,
hanya ditengahnya berisi dua bua takir dengan posisi tempat kanan dan
kiri. Yang di kanannya berisi beras kuning dengan satu buah base tubungan,
sedangkan takir yang kiri berisi cendana. Canang ini bertujuan agar
dianugerahkan kekuatan kewibawaan atau taksu dalam berkesenian. Canang ini
biasa digunakan saat pementasan tarian sakral.
10 Canang saraswati menggunakan tamas kecil
atau sebuah ceper sebagai alasnya. Di dalamnya berisi jajan, pisang, tebu,
porosan, sampian plaus yang diletakkan pada bagian hulunya. Kemudian
dipasangkan lima buah celemik. Celemik bagian atas berisi jajan suci bungan
temu putih kuning, celemik di bagian kanan berisi jajan suci karang putih
kuning, celemik di bagian bawah berisi jajan suci kekuluhan putih kuning, di
bagian kiri berisi jajan karna putih kuning, di bagian tengah berisi jajan suci
candigara putih kuning.
Di atas tetandingan jajan suci tadi disusunkan lagi sebuah ceper yang merupakan ceper kedua yang di dalamnya berisi lima buah celemik. Masing-masing celemik berisi pala bungkah dan pala gantung. Kemudian di atas panca ini disusun sebuah ituk-ituk yang berisi eteh-eteh tetukon. Selanjutnya ituk-ituk ini diisi dengan jajan saraswati yang dialas dengan daun beringin, selanjutnya di atas jajan saraswati diisi dengan pesucian dan canang sari. Canang ini bertujuan untuk memohon anugerah kepintaran dan biasa digunakan saat hari Suci Saraswati.
Sumber : baliexpress.jawapos