Canang Bali

Tuesday, 06 July 2021

Bali memiliki tiga tingkatan upakara, yakni Nista, Madya dan Utama. Ketiga tingkatan inilah yang mendasari umat Hindu dalam beryadnya sesuai kemampuan, agar yadnya yang dilakukan tidak memberatkan. Upakara dengan kwantitas terkecil dikenal dengan istilah Nista, di mana salah satunya cukup dengan sarana upakara berupa canang. Canang berasal dari sukukata ‘Ca’ yang artinya indah, sedangkan kata ‘Nang’ artinya tujuan.“Dapat didefinisikan canang merupakan sarana untuk mencapai tujuan yaitu keindahan (Sundharam) kehadapan Ida Sang Hyang widhi Wasa,”  Ida Pedanda Gde Manara Putra Kekeran kepada Bali Express .

Lebih lanjut dijelaskan  Ida Pedanda Gde Manara Putra Kekeran , canang yang dialasi sebuah ceper adalah simbol Ardha Candra, sedangkan canang yang dialasi sebuah tamas kecil merupakan simbol Windhu. Di dalam ceper terdapat porosan silih asih yang memiliki makna welas asih dalam melaksanakan upakara. Selai porosan, di dalam ceper juga berisi jajan, tebu dan pisang yang merupakan simbol ‘Tedong Ongkara’ yang menjadi perwujudan kekuatan Utpeti, Stiti, dan Pralin. Di atas raka-raka tadi disusunkan sebuah sampian urasari yang merupakan simbol windhu, sedangkan ujungnya merupakan simbol nadha.

Di atas sampian urasari disusun bunga dengan susunan sebagai berikut, bunga putih diletakkan di arah timur yang merupakan simbol Sang Hyang Iswara. Bunga Merah diletakakan di arah selatan yang merupakan simbol Dewa Brahma. Bunga Kuning diletakkan di arah barat yang merupakan simbol Dewa Mahadewa. Bunga biru atau hijau diletakkan di arah utara yang merupakan simbol Dewa Wisnu. “Dan, yang terakhir adalah Kembang Rampai yang diletakkan di tengah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Panca Dewata,” jelasnya.

Dengan demikian, canang mengandung makna sebagai permohonan umat Hindu kehadapan Sang Hyang Widhi (berwujud Ongkara), bahwa umatnya memohon kekuatan agar Beliau bermanifestasi menjadi Ista Dewata.

Beberapa jenis Canang yaitu :

1.     Canang sari : Canang Sari adalah sebuah canang yang alasnya menggunakan ceper atau tamas kecil dan sampian urasarinya membentuk astadala, sehingga bentuknya bundar yang berfungsi sebagai sarining yadnya. Canang sari terdiri dari dua jenis, yaitu Canang Sari Ageng dengan sampian urasari berbentuk astadala dan Canang Sari Alit yang pada sampian urasarinya menunjuk empat arah mata angin, namun maknanya tetap sama. 

2.     Canang genten : Canang Genten, pada intinya sama dengan canang sari hanya ditambahkan dengan jajan kiping, pisang mas dan bubur sesuruh merah dan putih. Di masing-masing bubur tersebut dibungkus dengan janur yang digiling menyerupai sebatang rokok serta diletakkan di bawah sampaian urasari. Fungsi canang ini adalah untuk memohon anugerah keremajaan, sehingga sering digunakan pada saat upacara matatah atau menek kelih (beranjak dewasa).

3.     Canang Pesucian yang  dialasi dengan sebuah taledan kecil yang berbentuk segi empat panjang dan memiliki satu sibeh pada bagian pangkalnya. Di atas taledan ini dijahitkan lima buah celemik dengan posisi tempatnya di atas yang berisi tepung tawar, merupakan simbol kekuatan Sang Hyang Iswara. Di kanan yang berisi lenga wangi yang telah dicampur dengan kapas berisi minyak wangi yang merupakan simbol Sang Hyang Brahma. Di bawah berisi daun dapdap yang merupakan simbol Sang Hyang Mahadewa. Di kiri berisi sisig yang merupakan simbol kekuatan Sang Hyang Wisnu dan di tengah berisi burat wangi yang merupakan simbol kekuatan Sang Hyang Siwa.

4.     Canang gantal Pada prinsipya hampir sama dengan canang pesucian. Hanya, di tengahnya ditambahkan base tubungan matungkas. Kata ‘Gantal’ berasal dari kata Gana yang mengandung arti pertemuan, sedangkan kata ‘Tal’ dapat diartikan bersatu. Dengan demikian, Canang Gantal memiliki makna permohonan kedamaian kepada Tuhan. 

5.     Canang Pangrawos, yang  pada prinsipnya memiliki kesamaan dengan canang gental, hanya di tengahnya mempergunakan sebuah takir berisi lima buah lekesan. Hal ini bertujuan untuk memohon kebulatan pendapat berdasarkan ketenangan hati untuk mencapai kedamaian. Canang ini biasa digunakan saat rapat ataupun pengajuman. 

6.     Canang Tubungan, Canang ini  pada prinsipnya sama dengan canang pangerawos, bedanya hanya terdapat pada lekesannya saja. Kalau di canang pangerawos terdapat lima, sedangkan di canang tubungan hanya satu. Canang ini merupakan penghormatan terhadap Ida Sang Hyang Widi agar dianugerahkan kekuatan. Canang ini biasanya digunakan saat upacara nuntun atau mamendak. 

7.     Canang Raka, yang  pada prinsipnya sama dengan canang sari. Pada canang raka tedapat buah-buahan sebanyak lima macam yang merupakan simbol permohonan pengeleburan panca mala. Baik terhadap bhuwana agung maupun bhuwana alit. Selain itu, canang ini juga bertujuan agar dianugerahkan Panca Amertha, yakni Amertha Sanjiwani yang disimbolkan dengan pisang kayu, Amertha Kamandalu yang disimbolkan dengan buah salak, Amertha Kundalini yang disimbolkan dengan buah yang berwarna kuning, Amertha Pawitra yang disimbolkan dengan buah manggis, dan Amertha Maha Mertha yang disimbolkan dengan buah jeruk. Canang ini biasa dugunakan saat upacara Panca Yadnya, khususnya saat mendem pedagingan dan nyejer.

8.     Canang tadah sukla, pada prinsipnya sama dengan membuat Canang Payasan, hanya isi celemiknya yang berbeda. Pada canang ini isi celemiknya masing-masing, yakni celemik pada bagian kiri atas berisi kacang ijo, celemik pada bagian kanan atas berisi kacang komak, celemik pada bagian kiri bawah berisi ubi lima iris, celemik pada bagian kanan bawah berisi keladi lima iris, dan celemik pada bagian tengah bersisi kacang botor dan pisang kayu mentah sebanyak lima iris. Kemudian di atasnya diletakkan canang sari. Canang ini merupakan simbol kekuatan iman, kesucian dan kesejahteraan. Canang ini biasa digunakan saat upacara pebersihan. 

9.     Canang pangengkeb pada prinsipnya sama dengan Canang Payasan, hanya ditengahnya berisi dua bua takir  dengan posisi tempat kanan dan kiri. Yang di kanannya berisi beras kuning dengan satu buah base tubungan, sedangkan takir yang kiri berisi cendana. Canang ini bertujuan agar dianugerahkan kekuatan kewibawaan atau taksu dalam berkesenian. Canang ini biasa digunakan saat pementasan tarian sakral.

 10 Canang saraswati menggunakan tamas kecil atau sebuah ceper sebagai alasnya. Di dalamnya berisi jajan, pisang, tebu, porosan, sampian plaus yang diletakkan pada bagian hulunya. Kemudian dipasangkan lima buah celemik. Celemik bagian atas berisi jajan suci bungan temu putih kuning, celemik di bagian kanan berisi jajan suci karang putih kuning, celemik di bagian bawah berisi jajan suci kekuluhan putih kuning, di bagian kiri berisi jajan karna putih kuning, di bagian tengah berisi jajan suci candigara putih kuning.

Di atas tetandingan jajan suci tadi disusunkan lagi sebuah ceper yang merupakan ceper kedua yang di dalamnya berisi lima buah celemik. Masing-masing celemik berisi pala bungkah dan pala gantung. Kemudian di atas panca ini disusun sebuah ituk-ituk yang berisi eteh-eteh tetukon. Selanjutnya ituk-ituk ini diisi dengan jajan saraswati yang dialas dengan daun beringin, selanjutnya di atas jajan saraswati diisi dengan pesucian dan canang sari. Canang ini bertujuan untuk memohon anugerah kepintaran dan biasa digunakan saat hari Suci Saraswati. 

Sumber : baliexpress.jawapos

 

 



Penulis

Alda