Beda Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Jawa-Bali dan PSBB

Friday, 08 January 2021

Pemerintah mengumumkan pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa dan Bali mulai 11-25 Januari 2021. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto dalam konferensi pers yang ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (6/1/2021). Menurut Airlangga, pembatasan itu akan diterapkan secara terbatas. Tujuannya, meminimalisasi penularan Covid-19. Secara garis besar, pembatasan ini mengatur sejumlah kegiatan, antara lain perkantoran, pembelajaran di sekolah, operasional pusat perbelanjaan, seni budaya, hingga peribadatan. Dalam penjelasannya, Airlangga menyebut, pembatasan kegiatan masyarakat kali ini sudah sesuai dengan peraturan undang-undang. Selain itu, sudah dilengkapi dengan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. Lantas, apa beda antara PSBB dengan pembatasan kegiatan masyarakat yang akan diterapkan ? Saat dikonfirmasi, pada Rabu (6/1/2021), Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito belum memberikan keterangan tentang perbedaan itu. Namun, Wiku mengungkapkan, pemerintah segera merilis detail kebijakan terbaru tersebut. "Pemerintah akan segera merilis terkait kebijakan detailnya, mohon menunggu," ujar Wiku.

Sementara itu, dilansir dari pemberitaan ada sejumlah perbedaan maupun persamaan antara PSBB dengan pembatasan kegiatan masyarakat untuk Jawa dan Bali ini. Berikut rinciannya : 

1. Ruang lingkup pembatasan Penerapan PSBB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020. Selain itu, rincian pelaksanaan dan syarat-syarat mengenai PSBB dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Melansir dari peraturan tersebut, PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebarannya. Guna dapat menetapkan PSBB, setiap wilayah harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 

     - Jumlah kasus dan atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah.

     -  Terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

Adapun permohonan penetapan diajukan oleh Gubernur atau Wali kota atau Bupati. Permohonan dari Gubernur untuk lingkup satu provinsi atau kabupaten atau kota tertentu. Sementara itu, permohonan dari bupati/wali kota untuk lingkup satu kabupaten atau kota. Berdasarkan keterangan Airlangga Hartarto, pembatasan kegiatan masyarakat secara terbatas akan dilakukan secara mikro sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo. Pemerintah daerah dan gubernur nantinya akan menentukan wilayah mana saja yang akan dilakukan pembatasan itu.

Namun, Airlangga juga merinci daerah-daerah yang memenuhi kriteria untuk dilakukan pembatasan kegiatan masyarakat. Kriteria yang dimaksud ada empat, yakni angka kematian di suatu daerah berada di atas rata-rata nasional, angka kesembuhan di daerah berada di bawah rata-rata nasional, angka kasus aktif di daerah di atas rata-rata nasional serta keterisian RS untuk ICU dan ruang isolasi di atas 70 persen. Apabila daerah sudah memenuhi satu dari empat kriteria di atas, artinya pembatasan masyarakat sudah bisa dilakukan di sana.

Masih berdasarkan keterangan Airlangga, daerah yang masuk dalam kriteria nantinya akan membuat Peraturan gubernur (pergub) atau peraturan kepala daerah (perkada). Airlangga menyebut, Mendagri Tito Karnavian akan membuat surat edaran yang akan dikirimkan kepada seluruh kepala daerah.

2. Lama pembatasan Mengutip PP Nomor 21 Tahun 2020, PSBB dilakukan selama masa inkubasi terpanjang, yaitu 14 hari. Jika masih terdapat bukti penyebaran berupa adanya kasus baru, dapat diperpanjang dalam masa 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir Sementara itu, pemerintah mengumumkan pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa dan Bali dilakukan pada 11-25 Januari 2021. Artinya, pembatasan kegiatan masyarakat di kedua pulau berlangsung selama 15 hari atau lebih dari dua pekan.

3. Kegiatan perkantoran dan sekolah Pada PSBB dilakukan peliburan sekolah yang dilakukan dengan penghentian proses belajar mengajar di sekolah dan menggantinya dengan proses belajar mengajar di rumah dengan media yang paling efektif. Namun, ada pengecualiannya, yakni untuk lembaga pendidikan, pelatihan, penelitian yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Sementara itu, dalam pembatasan di Jawa dan Bali, kegiatan belajar mengajar dialihkan secara daring (online). Kemudian, pada PSBB dilakukan peliburan tempat kerja, yakni pembatasan proses bekerja di tempat kerja dan menggantinya dengan proses bekerja di rumah/tempat tinggal, untuk menjaga produktivitas/kinerja pekerja. Adapun pengecualian peliburan tempat kerja yaitu bagi kantor atau instansi tertentu yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan. Lalu, terkait dengan ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya. Sementara itu, pada pembatasan di Jawa dan Bali, kehadiran karyawan di perkantoran dibatasi sebanyak 25 persen. Sisanya, yakni 75 persen diminta melakukan kerja dari rumah atau work from home (WFH).

4. Pembatasan kegiatan sosial dan budaya Dalam pelaksanaan PSBB pembatasan dilakukan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan. Hal ini juga termasuk semua perkumpulan atau pertemuan politik, olahraga, hiburan, akademik, dan budaya. Sementara itu, pada pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa dan Bali, semua kegiatan sosial budaya dihentikan untuk sementara.

5. Pembatasan kegiatan keagamaan Saat PSBB, pembatasan juga dilakukan untuk kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang.

Kemudian, semua tempat ibadah harus ditutup untuk umum. Pengecualian dilakukan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui pemerintah.

Sementara itu, pembatasan di Jawa dan Bali masih mengizinkan kegiatan di tempat ibadah dengan membatasi peserta maksimal 50 persen dengan protokol kesehatan yang lebih ketat.

Sumber : Kompas.com